Pembahasan mengenai TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) bukanlah hal yang asing lagi di telinga para mahasiswa, terutama mereka yang bergelut di bidang hukum serta para praktisi di kantor-kantor hukum maupun pengadilan. Namun, pemaknaan serta tafsiran pasal yang mengatur kasus pencucian uang ini masih sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh isi pasal yang mengatur perihal pencucian uang (TPPU) yang cukup kompleks dan sulit dipahami, sehingga menimbulkan berbagai penafsiran, bahkan ada yang keliru dalam memahaminya.
Sebagaimana yang tertuang dalam berita acara Mahkamah Konstitusi:
“Dalam Ruang Sidang Pleno MK, pada Selasa, 28/10/2014, Akil Mochtar sebagai pemohon dalam pengujian UU TPPU menyebut frasa ‘diketahui atau patut dapat diduganya’ yang terdapat pada Pasal 2 ayat 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat 1, Pasal 69, Pasal 76 ayat 1, Pasal 77, Pasal 78 ayat 1, dan Pasal 95 UU TPPU telah menimbulkan ketidakpastian hukum.”
Maka, dalam artikel ini saya akan mengupas makna atau definisi sebenarnya dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta bagaimana seorang pelaku dapat dijerat oleh pasal yang mengatur kejahatan ini.
Definisi Pencucian Uang (TPPU)
Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 pasal 1 ayat 1 “Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”
menurut PPATK: “Pencucian uang secara sederhana adalah suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang/dana yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana.”
Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan atau menyamarkan uang kotor hasil dari tindakan ilegal agar tampak legal di mata hukum, sehingga dapat digunakan tanpa menimbulkan konsekuensi hukum bagi pelakunya.
Pasal yang Mengatur
Dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terdapat beberapa pasal yang mengatur, yaitu Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8/2010. Ketiga pasal ini perlu dipahami secara mendalam agar dapat membedakan maksud serta cakupan hukumnya. Berikut penjelasannya:
Pasal 3 UU No. 8/2010
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 4 UU No. 8/2010
“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Jika kita telaah, terdapat potensi kekeliruan dalam menafsirkan pasal-pasal tersebut, sehingga memungkinkan banyak pihak yang tidak bersalah ikut terjerat. Hal ini karena ketentuan dalam pasal tersebut cukup rentan terjadi di tengah masyarakat, terutama di kalangan yang kurang memahami regulasi hukum.
Berdasarkan pengamatan terhadap kedua pasal di atas, dapat dilihat perbedaannya:
- Pasal 3 lebih menitikberatkan pada tindakan pelaku dalam membelanjakan atau
mengalihkan aset hasil pencucian uang ke dalam bentuk lain agar sulit terdeteksi. - Pasal 4 menjelaskan bahwa uang hasil tindak pidana digunakan untuk
membangun suatu usaha yang menghasilkan keuntungan, misalnya investasi
atau pendirian pabrik. Dengan kata lain, pelaku menggunakan uang hasil
kejahatan untuk menciptakan sumber pendapatan yang tampak legal.
Pasal 5 UU No. 8/2010
“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dalam Pasal 5, tindakan pencucian uang dapat melibatkan individu atau badan usaha yang menerima aliran dana hasil TPPU. Orang yang menerima uang atau aset tanpa mempertanyakan asal-usulnya bisa ikut terjerat pasal ini. Hal ini berisiko bagi pihak yang sebenarnya tidak bersalah, misalnya seseorang yang hanya menjalankan tugas atau menerima amanah, tetapi tanpa disadari telah menjadi bagian dari skema pencucian uang.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3, 4, dan 5, seseorang yang tidak
mengetahui asal-usul uang seharusnya tetap melakukan verifikasi sebelum menerima dana atau aset, agar terhindar dari jerat hukum.
Makna Kata “Diketahuinya atau Patut Diduganya”
Frasa ini merujuk pada seseorang yang, baik secara sadar maupun tidak sadar,
menerima atau mengelola dana hasil tindak pidana pencucian uang. Seorang individu yang memiliki kemampuan menilai, memahami, dan membedakan antara tindakan yang benar atau salah seharusnya dapat mempertanyakan asal-usul dana yang diterimanya. Dengan kata lain, seseorang bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil. Oleh karena itu, ia dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya karena keputusan tersebut merupakan hasil dari kebebasan berpikir dan kesadarannya dalam memahami hukum.
Kesimpulan
Memahami pasal-pasal yang mengatur tindak pidana pencucian uang sangat penting agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkannya. Perbedaan di antara Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8/2010 harus diperhatikan dengan cermat, karena masing-masing memiliki cakupan hukum yang berbeda. Selain itu, kesadaran hukum dalam menerima atau mengelola dana harus lebih ditingkatkan agar tidak terjebak dalam kasus TPPU tanpa disadari.
Demikian pembahasan mengenai definisi TPPU dan pasal yang menjeratnya yang perlu masyarakat ketahui. Guna penjelasan atas uraian artikel hukum tersebut dan konsultasi secara gratis maupun pendampingan hukum silahkan datang ke kantor Law Firm Syamsul Munir & Partners atau bisa menghubungi ke admin kami.
(Law Firm Syamsul Munir & Partners)
Proudly powered by Law Firm Syamsul Munir & Partners