PENCEMARAN NAMA BAIK: ANCAMAN HUKUM DAN PENTINGNYA KESADARAN HUKUM

Sumber: https://www.freemalaysiatoday.com/category/opinion/2016/06/25/kenapa-asyik-salahkan-cina/

Pencemaran nama baik adalah tindakan yang termasuk dalam kategori penghinaan, merendahkan, ataupun menyebarkan informasi yang tidak benar terkait reputasi seseorang, kelompok, ras, agama, ataupun golongan tertentu. tindakan ini tergolong tindak pidana sebab dapat merugikan orang lain sehingga pelakunya dapat dihukum.

Saat ini pencemaran nama baik sangat cepat terjadi dan menyebar sebab dengan mudahnya masyarakat mengakses informasi di media sosial. Kecepatan memperoleh informasi ini tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif bagi para penggunanya.

Kasus pencemaran nama baik masih sering terjadi di Indonesia, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Tindakan ini tidak hanya merusak reputasi seseorang, tetapi juga bisa berujung pada konsekuensi hukum yang serius. Dalam sistem hukum Indonesia, pencemaran nama baik dan fitnah diatur dalam beberapa pasal penting, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kedua peraturan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak individu agar tidak dirugikan oleh informasi yang tidak benar atau merendahkan.

Lalu, apa saja penyebab terjadinya pencemaran nama baik?

Penyebab terjadinya pencemaran sangatlah beragam, faktor-faktor penyebab pencemaran nama baik antara lain: 

1. Permasalahan pribadi

    Permasalahan pribadi atau Konflik seringkali menjadi pemicu seseorang menyebarkan informasi yang merugikan orang lain. 

    2. Kepentingan Bisnis

    Pencemaran nama baik dalam dunia bisnis merupakan hal yang sering terjadi, hal ini biasanya dilakukan untuk menjatuhkan lawan bisnis atau menurunkan reputasi mereka.

    3. Kurang melek hukum

    Ketidaktahuan akan hukum merupakan pemicu terjadinya pencemaran nama baik. Biasanya orang tersebut tidak tahu menahu dampak hukum akibat mencemarkan nama baik.

    4. Penyalahgunaan Media Sosial (Medsos)

    Begitu cepatnya akses penyebaran informasi menjadikan semakin mudah dalam menyebarkan hal yang negatif termasuk pencemaran nama baik, selain itu informasi yang tidak disaring terlebih dahulu serta dicari kebenarannya kerap diabaikan oleh pengguna media sosial, sehingga menimbulkan kerugian bagi korban yang terdampak pencemaran nama baik.

    Dalam hukum, pencemaran nama baik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya pada Pasal 310 dan 311, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Pasal 27 ayat (3) yang kemudian mengalami perubahan menjadi pasal 27A dan 27B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024.

    Dalam Pasal 310 KUHP, jelas disebutkan bahwa siapa saja yang dengan sengaja menyerang nama baik seseorang dengan tuduhan yang tidak benar, bisa dikenakan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda. Jika pencemaran tersebut dilakukan dengan cara tulisan atau gambar yang disebarkan di tempat umum, hukuman penjaranya bisa lebih lama, yakni satu tahun empat bulan.

    Lebih lanjut, Pasal 311 KUHP mengatur tentang fitnah, yaitu tuduhan yang dibuat dengan sengaja tanpa bukti yang sah, yang bertujuan untuk merusak nama baik seseorang. Jika tuduhan tersebut terbukti tidak benar, pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    Di era digital ini, penyebaran informasi begitu cepat melalui media sosial dan platform digital lainnya. Hal ini membuat kasus pencemaran nama baik semakin banyak terjadi. Oleh karena itu selain KUHP, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pun mengatur pencemaran nama baik di dunia maya.

    Hadirnya UU ITE menjadi sorotan banyak orang, beberapa pakar menilai masih terdapat multitafsir terutama terkait Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, pertama tidak adanya batasan norma yang jelas terhadap frasa “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan” dan tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud “penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam penerapannya dikarenakan perbedaan hukuman yang dijatuhkan dalam beberapa putusan hakim karena setiap hakim memiliki penafsiran yang berbeda. Kedua, pasal ini tak jarang digunakan sebagai alat kriminalisasi dengan korban masyarakat biasa, aktivis, orang yang awam hukum dan sebagainya sehingga kebebasan berpendapat sangat terasa dibatasi tanpa batasan yang jelas. Beragam permasalahan menjadikan pasal 27 ayat 3 mengalami revisi. Beberapa muatan yang semula tidak dijelaskan secara rinci kini diubah dengan hadirnya undang-undang nomor 1 tahun 2024.

    Lahirnya SKB UU ITE menjadikan titik terang bagi penegakan hukum di Indonesia.  Beberapa muatan dijelaskan dalam SKB antara lain:

    1.    Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan. Artinya, bukanlah delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

    2.    Bukan merupakan delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas. Ya, artinya Bukan merupakan delik penghinaan atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan.

    3.    Fokus pemidanaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus) dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum (Pasal 310 KUHP). Kriteria “supaya diketahui umum” dapat dipersamakan dengan “agar diketahui publik”. Umum atau publik sendiri dimaknai sebagai kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal. Kriteria diketahui “umum” bisa berupa unggahan pada akun sosial media dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mengajarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka dimana siapapun bisa bergabung dalam grup percakapan, serta lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapapun bisa join serta mengetahuinya.

    Selain itu, dalam SKB UU ITE juga dijelaskan bahwa dalam hal pengaduan hanya dapat dilakukan oleh korban atau kuasa hukumnya, berdasarkan Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 dalam undang-undang tersebut, siapa pun yang secara sengaja mencemarkan nama baik orang lain dengan menuduhkan sesuatu, dengan tujuan agar tuduhan tersebut diketahui oleh khalayak luas, dapat dikenakan sanksi pidana. Tindakan ini melibatkan penggunaan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang disampaikan melalui sistem elektronik dan sanksi yang diatur mencakup hukuman penjara dengan durasi maksimal dua tahun dan atau denda sebesar Rp400 juta. Tindak pidana ini juga merupakan tindak pidana aduan artinya hanya pihak korban atau individu yang terkena dampak langsung dari tindak pidana yang berhak mengajukan pengaduan, sedangkan badan hukum tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tuntutan atas kasus tersebut.

    Begitu juga menurut pasal 27 B ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024, istilah “ancaman pencemaran” merujuk pada tindakan yang bertujuan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan cara menuduhkan sesuatu, disertai maksud agar tuduhan tersebut diketahui oleh khalayak umum. Adapun ancamannya pelaku dapat dikenakan hukuman pidana berupa penjara hingga maksimal 6 tahun dan atau denda sebesar Rp1 miliar.

    Pentingnya Kesadaran Hukum dalam Menghindari Pencemaran Nama Baik

    Penyebaran informasi di media sosial, tanpa disaring terlebih dahulu, sering kali menjadi pemicu pencemaran nama baik. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa informasi yang mereka sebarkan bisa saja melanggar hukum, karena tidak semua orang memahami betul apa yang dimaksud dengan pencemaran nama baik menurut hukum. Oleh karena itu, penting untuk selalu berhati-hati dalam memberikan informasi, terlebih jika itu dapat merugikan orang lain.

    Hukum memberikan perlindungan terhadap setiap individu dari tindakan yang dapat merusak kehormatan atau reputasinya. Namun, setiap orang juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi yang disebarkan adalah benar dan tidak menyesatkan. Dalam konteks ini, media sosial dan platform digital harus digunakan dengan bijak, untuk menghindari dampak buruk baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

    Pencemaran nama baik dan fitnah bukan hanya soal merusak reputasi, tetapi juga bisa berujung pada hukuman pidana yang cukup berat. Dalam sistem hukum Indonesia, baik dalam KUHP maupun UU ITE, sudah diatur dengan jelas tentang ancaman hukum bagi pelaku pencemaran nama baik. Oleh karena itu, setiap individu harus lebih berhati-hati dalam bertindak, terutama di dunia maya, dan menjaga agar tidak menyebarkan informasi yang dapat merugikan orang lain. Kesadaran akan hukum ini sangat penting agar kita bisa saling menghormati dan menjaga reputasi di dunia yang semakin terhubung ini.

    Demikian uraian singkat atas penjelasan dari tindak pidana pencemaran nama baik yang perlu masyarakat ketahui agar terhindar dari ancaman pidana tersebut. Guna penjelasan atas uraian artikel hukum tersebut dan konsultasi secara gratis maupun pendampingan hukum silahkan datang ke kantor Law Firm Syamsul Munir & Partners atau bisa menghubungi ke admin kami.  

    (Law Firm Syamsul Munir & Partners)

    Proudly powered by Law Firm Syamsul Munir & Partners

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *