Merek merupakan identitas vital dalam dunia bisnis, berperan sebagai pembeda dan pemersatu identitas produk dan jasa di tengah lautan kompetitor. Di Indonesia, regulasi terkait merek tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek). Artikel ini akan mengupas analisis hukum merek di Indonesia, menekankan pada esensi pemahaman dan implementasi regulasi tersebut beserta pasal-pasal terkait.
Fondasi Pemahaman Atas Merek
Pada Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU. No. 20 Tahun 2016) yang memberikan definisi bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Merek berfungsi untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan.
Sedangkan hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Namun untuk mendapatkan hak atas merek tersebut, pemilik merek harus melakukan pendaftaran di Direktorat Jenderal Kekayaan dan Merek Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Atas hak merek terdaftar tersebut memungkinkan pemilik merek untuk:
- Menggunakan sendiri mereknya
- Memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan mereknya
Perlindungan Hukum Merek: Menjaga Hak dan Kepentingan (Pasal 83)
Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:
- Menuntut ganti rugi atas pelanggaran merek (Pasal 83 ayat 1 huruf b)
- Menghentikan semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan mereknya tanpa hak (Pasal 83 ayat 1 huruf b) Bahwa penggunaan merek tanpa izin pemilik merek juga dapat diproses melalui hukum pidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 100 Ayat (1) dan (2) UU. No. 20 Tahun 2016 yang menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 100
- Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Bahkan jika merek tersebut telah diperdagangkan baik berupa barang dan/atau jasa maka terdapat pidana tambahan sebagaimana diatur pada Pasal 102 UU. No. 20 Tahun 2016, sebagaimana diatur dibawah ini:
“Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Persamaan pada Pokoknya atau Keseluruhannya: Mencegah Kebingungan Konsumen
Dalam pembuatan merek, tidak dipungkiri terkadang kita menemui 2 merek yang mirip atau bahkan hampir sama. Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar dilarang digunakan. Hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU. No. 20 Tahun 2016. Larangan atas penggunaan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dilakukan untuk menghindari kebingungan konsumen dan melindungi hak pemilik merek.
Kesimpulan:
Pemahaman dan implementasi hukum merek yang baik merupakan kunci untuk membangun ekosistem bisnis yang sehat dan kompetitif di Indonesia. Upaya edukasi, penegakan hukum, dan modernisasi sistem perlu terus dioptimalkan untuk melindungi hak para pemilik merek dan mendorong terciptanya iklim bisnis yang kondusif
Demikian uraian singkat atas penjelasan dari Perlindungan Pada Merek Terdaftar: Aturan Hukum Penggunaan Merek Tanpa Izin yang perlu masyarakat ketahui agar mengetahui pandangan hukum mengenai merek. Guna penjelasan atas uraian artikel hukum tersebut dan konsultasi secara gratis maupun pendampingan hukum silahkan datang ke kantor Law Firm Syamsul Munir & Partners atau bisa menghubungi ke admin kami.
(Law Firm Syamsul Munir & Partners)
Proudly powered by Law Firm Syamsul Munir & Partners